Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mendorong pemerintah segera mengesahkan Rencana Undangan-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Hal itu dirasa perlu agar kasus Baiq Nurul jilid 2 tidak terulang kembali.
“Dan ini yang membuat ICMI fokus agar RUU itu harus jadi di tahun 2019 ini. Sebab ini komitmen DPR dan Presiden mereka menyampaikan 2019 UUD itu harus ada. Kami juga ingin menyampaikan jangan sampai terjadi kejadian Baiq Nuril nanti nya,” ujar Herawati Tarigan, Dewan Pakar ICMI tahun 2006-2013 dalam diskusi media dialektika di Euro Management, Jakarta Pusat.
Sebagai informasi Baiq Nuril merupakan mantan terpidana kasus Informasi dan Transaksi Elektronik atau IT. Ia disangkakan bersalah lantaran menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan.
Herawati menegaskan, pihaknya dalam waktu dekat juga akan menggelar pertemuan dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo guna membahas RUU tersebut.
“Baiq Nuril melaporkan kekerasan seksual yang didapat, yang dilakukan kepadanya, malah dia yg terkena pelanggan ITE, itu kan enggak bener. Ya jadi kita menekan DPR, ICMI akan bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk segera RRU ini menjadi UU pada 2019 ini,” ujar Herawati.
Dia mengingatkan bahwa jika RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual ini sudah ada sejak 2016, dan sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada April 2017 lalu. Namun hingga saat ini pembahasannya mandek.
“Nah dengan begini ini ICMI prihatin, dan saat ini anggota DPR udah pada males. Kami mendorong RUU ini selesai di tahun 2019 ini, kalau bisa sebelum pelantikan presiden terpilih,” pungkas Herawati